Definisi Bank Garansi
Bank Garansi adalah salah satu jasa yang diberikan
oleh bank berupa jaminan pembayaran sejumlah tertentu uang yang akan diberikan
kepada pihak penerima jaminan, hanya apabila pihak pemohon (pihak yang dijamin)
melakukan cidera janji. Perjanjian
bisa berupa perjanjian jual beli, sewa, kontrak mengontrak,
pemborongan, dan lain-lain. Pihak yang dijamin biasanya
adalah nasabah bank yang besangkutan, sedangkan jaminan diberikan kepada pihak lain yang mengadakan suatu perjanjian dengan nasabah.
Dasar Hukum Bank Garansi
Dasar
hukum Bank Garansi adalah perjanjian penanggungan (bortocht) yang diatur dalam
Pasal 1820-1850 KUH Perdata[1].
Untuk menjamin kelangsungan Bank Garansi, maka penanggung atau penjamin suatu
Bank Garansi memiliki hak istimewa yang diberikan undang-undang, yaitu untuk
memilih salah satu, menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata atau Pasal 1832 KUH
Perdata.
a. Pasal 1831 KUH Perdata
Pasal
1831 KUH Perdata berbunyi bahwa si penanggung tidaklah diwajibkan membayar
kepada si berpiutang, selain jika si berpiutang lalai, sedangkan benda-benda si
berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
b. Pasal 1832 KUH Perdata
Pasal
1832 KUH Perdata berbunyi bahwa si penanggung tidak dapat menuntut supaya
benda-benda si berutang lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
Perbedaan kedua pasal tersebut
menjelaskan, bahwa jika bank menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul
cidera janji, si penjamin dapat meminta benda-benda si berutang disita dan dijual
terlebih dahulu. Sedangkan jika menggunakan Pasal 1832 KUH Perdata, bank wajib
membayar Bank Garansi yang bersangkutan segera setelah timbul cidera janji dan
menerima tuntutan pemenuhan kewajiban.
Dalam Bank
Garansi, bank wajib mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi
tersebut, agar pihak pemohon (pihak yang dijamin) maupun pihak penerima garansi
mengetahui ketentuan mana yang
dipergunakan.
Para Pihak
1. Pihak
Pemohon Bank Garansi
yaitu,
pihak yang mengajukan permohonan ke bank agar diterbitkan suatu Bank Garansi
sesuai dengan kebutuhannya.
2. Pihak
Penjamin
yaitu,
bank atau lembaga keuangan yang diijinkan untuk menerbitkan Bank Garansi.
3. Pihak
Penerima Bank Garansi (Beneficiary)
yaitu,
pihak yang diuntungkan atau pihak yang menerima klaim atas Bank Garansi.
Isi Bank Garansi
Isi
Bank Garansi terdiri dari[3]:
1. Judul
“Garansi Bank” atau “Bank Garansi”.
2. Nama
dan alamat bank pemberi Bank Garansi.
3. Tanggal
penerbitan Bank Garansi.
4. Transaksi
antara pihak yang dijamin dengan penerima garansi.
5. Jumlah
uang yang dijamin dengan Bank Garansi.
6. Tanggal
mulai berlaku dan berakhirnya Bank Garansi.
7. Penegasan
batas waktu penagihan klaim.
8. Pilihan
berlakunya Pasal 1831 atau 1832.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Bank Garansi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Bank Garansi adalah:
1.
Waktu
berlaku dan berakhirnya perjanjian pokok.
2.
Waktu
berlaku dan berakhirnya Bank Garansi.
3.
Waktu
terjadinya cidera janji yang secara sah masih dapat ditanggung oleh Bank
Garansi.
4.
Waktu
selambat-lambatnya untuk pengajuan klaim oleh pihak penerima Bank Garansi.
Keempat hal di atas perlu mendapat
perhatian, terutama bagi pihak penerima Bank Garansi agar bilamana terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan, maka klaim bisa dilakukan. Bagi pihak penerima
Bank Garansi juga harus memperhatikan, apakah Bank Garansi tadi menggunakan
Pasal 1831 atau 1832 KUH Perdata karena jika menggunakan Pasal 1831, bank tidak
serta merta membayar klaim tersebut.
Jenis dan Tujuan Bank
Garansi
Beberapa
jenis Bank Garansi yang ada antara lain:
1. Bank Garansi Pembelian
Bank Garansi diberikan kepada supplier atau pabrik
sebagai jaminan pembayaran atas pembelian barang oleh nasabah atau pihak yang
dijamin oleh bank.
2. Bank Garansi Pita Cukai Tembakau
Bank Garansi yang diberikan kantor bea cukai
sebagai jaminan pembayaran pita cukai tembakau atas rokok yang dijual oleh
pabrik rokok, dalam hal ini pihak yang dijamin adalah pabrik rokok.
3. Bank Garansi Penangguhan Bea
Masuk
Bank Garansi yang diberikan kepada kantor bea
cukai sebagai jaminan pembayaran bea masuk atas barang yang dikeluarkan dari
pelabuhan milik nasabah.
4. Bank Garansi Tender (Bid Bond)
Bank Garansi yang diberikan kepada pemilik proyek
(bouwheer) untuk kepentingan kontraktor atau leverensi yang akan
mengikuti tender atas suatu proyek, dalam hal ini pihak yang dijamin adalah
kontraktor atau leverensi tersebut. Salah satu persyaratan kontraktor atau leverensi
dapat mengikuti tender adalah menyerahkan Bank Garansi.
5. Bank Garansi Pelaksanaan (Perfomance
Bond)
Bank Garansi yang diberikan kepada pemilik proyek
(bouwheer) untuk kepentingan kontraktor atau leverensi guna menjamin
pelaksanaan pekerjaan atau proyek oleh kontraktor atau leverensi, dalam hal ini
pihak yang dijamin adalah kontraktor atau leverensi.
6. Bank Garansi
Uang Muka (Advance Payment Bond)
Bank Garansi yang
diberikan kepada pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan kontraktor
atau leverensi atas uang muka yang diterima oleh kontraktor atau leverensi,
dalam hal ini pihak pemohon atau pihak yang dijamin adalah kontraktor atau leverensi.
7. Bank Garansi Pemeliharaan (Retention Bond)
Bank Garansi yang
diberikan pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan kontraktor atau leverensi
guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor
atau leverensi.
Tujuan pemberian Bank Garansi oleh pihak bank kepada si
penerima jaminan atau yang dijamin adalah[4]:
1. Memberikan
bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar transaksi nasabah.
2. Memberikan
keyakinan bahwa pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian bila pihak yang dijamin
melalaikan kewajibannya karena pemegang jaminan akan memberikan ganti rugi dari
pihak bank.
3. Menumbuhkan rasa
saling percaya antar pemberi jaminan, baik yang dijamin maupun yang menerima
jaminan.
4. Memberi rasa
aman dan ketenteraman dalam berusaha, baik bagi bank maupun pihak lainnya.
Nilai Bank Garansi
Atas pemberian Bank Garansi tersebut maka
bank akan menerima fee dari terjamin
atau pihak pemohon Bank Garansi, berupa sejumlah uang tertentu yang disebut
provisi. Jumlah provisi ini dihitung atas dasar presentase tertentu dari jumlah
Bank Garansi untuk jangka waktu tertentu pula.
Nilai Bank Garansi yang diminta tergantung dari
Surat Perjanjian Pemborongan, namun pada umumnya :
-
Big Bond ( Tender Bond ) = 1-3 % dari nilai penawaran
-
Performance Bond =
5 % dari nilai proyek
-
Advance Payment Bond = 10-20 % dari nilai proyek
-
Maintenance Bond =
5 % dari nilai proyek
Syarat-syarat Penerbitan Bank Garansi
Syarat yang diminta bank dalam mengeluarkan
Bank Garansi itu sama dengan syarat yang diminta bank dalam mengeluarkan kredit
karena risiko pemberian Bank Garansi sama seperti risiko pemberian kredit sehingga
penilaian atas pengajuan Bank Garansi juga sama seperti analisis pemberian
kredit. Hal ini dilakukan sebab apabila terjadi wanprestasi maka Bank Garansi
tadi akan menjadi kredit efektif, dan ini harus dihindari.
Mekanisme Permohonan Bank Garansi
Adapun
mekanisme permohonan Bank Garansi adalah:
1.
Menyerahkan dokumentasi perusahaan (profil perusahaan,
akta pendirian, NPWP, SIUP, dan TDP).
2.
Menyerahkan neraca keuangan, laba atau rugi, dan arus
kas dua tahun terakhir.
3.
Menyerahkan surat
undangan (untuk bid - bank garansi) atau penunjukan (untuk performance - bank
garansi), kontrak kerja (untuk advance payment bond dan payment - bank
garansi), dan berita acara serah terima pekerjaan (untuk maintenance - bank
garansi) dari oblige.
4.
Menyerahkan Surat
Pernyataan Kesanggupan Membayar Ganti Rugi (SPKMGR).
Isi Formulir Permohonan Bank Garansi
Isi formulir permohonan Bank Garansi
adalah:
1.
Nama perusahaan.
2.
Alamat
perusahaan (meliputi kota atau kabupaten, kode pos, dan propinsi).
3.
Telepon
dan fax.
4.
NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak).
5.
Nomor
SIUP dan Nomor SUJK.
6.
Nama
direktur.
7.
Kontak
person.
8.
Email.
9.
Jenis
kelamin.
10.
Nilai
kontrak.
11.
Nilai
jaminan.
12.
Pemilik
proyek (Obligee).
13.
Nama
pekerjaan.
14.
Detail
pekerjaan.
15.
Nomor
Identifikasi Proyek.
16.
Jangka waktu jaminan.
17.
RKS,
Undangan Tender (Aanwizing).
18.
SPK,
SPMK, BASS, dan Addendum.
Informasi lain.
[1] Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 162
[2] Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, hal. 87
[3] Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 310
[4] Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, Utomo,
Bandung, hal. 140